Arti Penting Pemberdayaan Zakat
Kaum muslimin yang berbahagia.
Segala puji dan rasa syukur hanyalah pantas kita haturkan kepada Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan yaitu iman, islam, dan ihsan. Karunia yang teramat besar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Semoga kita selalu termasuk yang mendapatkan hidayah-Nya serta berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Berkat Rasulullah Saw, pesan untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt telah sampai kepada kita.
Kaum muslimin yang berbahagia.
Kita tahu bahwa Allah menciptakan alam semesta berawal dari ketiadaan menjadi ada, dalam bahasa Yunani disebut creatio ex nihilo. Alam semesta ini penuh dengan keteraturan. Di balik itu semua ada Pencipta Yang Maha Kuasa. Sebagaimana Firman-Nya:
وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ اتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَاِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا
Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu ingkar, maka (ketahuilah), milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Allah Mahakaya, Maha Terpuji (QS. An-Nisa’: 131).
Sebagai pemilik mutlak alam semesta ini, Allah menciptakan manusia yang difungsikan sebagai khalifah di muka bumi. Dalam kapasitas sebagai khalifah, manusia diberi tugas memakmurkan alam semesta ini. Dalam misi memakmurkan alam dan seisinya, Allah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan manusia untuk menjaga eksistansinya dalam kehidupan, seperti oksigen, air, ataupun tumbuh-tumbuhan. Allah juga memberikan karunia hujan untuk kesuburan tanah, sehingga dapat menumbuhkan buah-buahan yang dapat dimanfaatkan. Dalam Firman-Nya:
ثُمَّ كُلِيْ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ فَاسْلُكِيْ سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۗ يَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir (QS. Al-Nahl: 69).
Kaum muslimin yang berbahagia.
Kita tahu bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan air, menggerakkan awan, dan membuat pohon. Manusia hanya mampu mengolah, memperdayakan, dan memanfaatkan segala fasilitas kehidupan yang telah diciptakan Allah. Semua harta kekayaan yang ada di bumi pada hakikatnya hanya milik Allah, sementara kepemilikan manusia hanya bersifat nisbi.
Jadi, kepemilkan manusia dalam batas-batas menikmati dan memperdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik mutlak. konsekuensi yuridisnya adalah tidak semua harta yang dimiliki adalah miliknya secara mutlak, melainkan di dalamnya terdapat hak orang lain. Allah berfirman:
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta (QS. Al-Dzariyat: 19).
Seseorang yang mempunyai harta berlebih dalam tempo tertentu diperintahkan untuk mendermakan hartanya kepada yang berhak yaitu kaum dhuafa dan lain-lain (QS. At-Taubah: 60). Artinya, harta kekayaan yang kita miliki—atau tepatnya harta benda yang dititipkan Allah kepada kita— ada hak orang lain. Praktek ini dalam Islam dikenal dengan zakat—di samping infak dan sedekah. Karenanya zakat (al-zakat) ditinjau dari sudut bahasa mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji (QS. Al Baqarah: 267).
Kaum muslimin yang berbahagia.
Zakat merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam. Perintah menunaikan zakat biasanya sering disebut di dalam al-Qur’an bergandengan dengan perintah salat, aqiimu al-shalaata wa aatu al-zakaata (dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat). Pelaksanaan salat melambangkan hubungan baik seseorang dengan Tuhan, sedangkan zakat adalah lambang harmonisnya hubungan sesama manusia. Bahkan zakat dipandang sebagai realitas kebajikan sosial sekaligus kesalehan individual.
Komitmen keislaman dan keimanan seseorang dapat dikatakan sia-sia tanpa diiringi dengan praktek berzakat. Bahkan Abu Bakar pernah memerangi para pembangkang yang enggan menunaikan zakat, dan Umar bin Khattab pernah memerintahkan untuk membakar rumah orang Islam yang menolak perintah zakat. Makanya, di dalam kitab-kitab klasik, zakat dibahas begitu panjang lebar, dari syarat-syaratnya, subjek yang berzakat, sampai pihak-pihak yang dizakati. Oleh para ulama fikih, zakat menempati prioritas bahasan yang lumayan serius.
Kaum muslimin yang berbahagia.
Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah sosial yang berusaha mengentaskan kemiskinan umat. Dengan zakat, Islam telah menunjukkan semangat sosial dan perlindungan antara mereka yang kaya untuk memperhatikan mereka yang miskin sehingga tidak adanya ketimpangan sosial. Hal ini juga mengisyaratkan agar umat Islam menjadi manusia kaya dalam sebuah ekuilibrium yang proporsional. Tidak sampai tenggelam dalam bianglala kehidupan yang penuh pesona duniawi, sebab ada kewajiban intrinsik yang bersifat moral-etis bagi si kaya kepada si miskin.
Hal tersebut secara tidak langsung merupakan kritik terhadap paham kapitalisme yang menciptakan ketimpangan yang sangat jauh antara si kaya dan si miskin. Orang kaya semakin bertambah kekayaannya. Sementara rakyat miskin semakin jauh dari sekadar memenuhi standar hidup layak. Kita mesti bersyukur dengan adanya kewajiban menunaikan zakat, sebab di dalamnya terdapat usaha penataan struktur sosial yang secara bertahap namun masif dilakukan oleh Islam.
Zakat dalam Islam tidak memandang kemiskinan sebagai sebuah sunnatullah yang berlaku pada manusia, namun juga menawarkan solusi pengentasannya. Meskipun kemiskinan sebagai realitas sosial yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak, tetapi dengan adanya zakat dapat diatasi dan diperbaiki kualitasnya sehingga tidak menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan.
Kaum muslimin yang berbahagia.
Menunaikan zakat kepada orang-orang fakir dan miskin demi terlindungnya jiwa adalah bagian dari ajaran agama. Tidak hanya itu, zakat juga berperan penting dalam menjaga keberlangsungan generasi yang kuat dan sehat.
Sesuai dengan penggalan hadis Nabi yang berbunyi,
اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ
Sesungguhnya orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Di dalam segala sesuatu itu ada kebaikan, maka hendaklah engkau senantiasa mengupayakan segala yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah, (HR Muslim).
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِىَ الْحَاجَاتِ, وَيَا كَافِىَ الْمُهِمَّاتِ
. اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُ قْنَا اتِّبَاعَةَ, وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ
رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
. اِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ