Penggunaan Plasenta Hewan Halal Untuk Bahan Obat. Bagaimana Hukumnya?
Assalamu’alaikum Sobat Halal-Mu
Sudah tahu belum bahwa plasenta hewan bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan obat lho! Namun bagaimana hukum penggunaan plasenta hewan halal untuk obat menurut Majelis Ulama Indonesia? Yuk simak!
Firman Allah SWT:
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfa`at, dan sebahagiannya kamu makan” Q.S. al-Nahl [16]: 5
“Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu…” QS. al-Baqarah [2]: 29.
Hadis Rasulullah SAW:
“Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
- Plasenta atau tembuni atau ari-ari adalah suatu organ yang terbentuk pada masa kehamilan/kebuntingan yang menghubungkan janin ke dinding rahim induk melalui pembuluh darah untuk mendapatkan nutrisi, mengeluarkan sisa-sisa metabolism serta pertukaran gas.
- Masyimah ada dua jenis: Pertama, yang dipotong dari janin, merupakan bagian dari janin. Kedua, tempat janin berada, bukan bagian dari induk dan bukan pula bagian dari janin.
- Bangkai hewan adalah hewan yang mati tanpa disembelih atau yang disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan syar’i.
Ketentuan Hukum
- Penggunaan plasenta dari hewan halal (ma’kul al-lahm) yang disembelih secara syar’i untuk kepentingan konsumtif hukumnya boleh.
- Penggunaan plasenta dari hewan halal (ma’kul al-lahm), yang bukan bagian dari induk dan bukan pula bagian dari janin untuk bahan obat hukumnya boleh sepanjang tidak membahayakan.
- Penggunaan plasenta yang berasal dari bangkai hewan halal, termasuk yang tidak disembelih secara syar’i, untuk bahan obat hukumnya haram.
Semoga bermanfaat.
Halal is Our Need, Our Quality and Our Choice!
Sumber: Fatwa MUI Nomor 48 Tahun 2012